23 September 2013

Travel : Bertahan Hidup di Pulau Tak Berpenghuni

Monday, September 23, 2013
(Siang nan cerah di Calang)

Siang hari nan terik saya dan paman saya berencana untuk memancing. Selama seminggu penuh saya berada di Kab. Aceh Jaya khusus untuk mencari spot-spot memancing yang asik. Ini hari ke-4 saya di Kec. Tenom, dan hari ini kita berencana untuk mancing di pulau tak berpenghuni.

Stok makan sudah lengkap, kami berencana bermalam di pulau tersebut, bersama teman paman saya kita berangkat ke pulau jam 18.20 wib. Untuk menuju palau tersebut kami diantar oleh nelayan setempat, dan akan dijemput esok hari.


(Go..)


(Meninggalkan Daratan)


(Video: Menuju Pulau)


Sesampai di pulau, kami bergegas menyurusi hutan belantara di remang-remangnya sore. Matahari kian redup, dan akhirnya kami tiba di bagian barat pulau. Batu karang menjulang tinggi, ombak keras menghantam keras bebatuan pantai. Saya begitu terkesima, ini pertama kalinya saya berpetualang di pulau tak berpenghuni.


(Membelah hutan belantara)

(Saya sedang menikmati deru ombak)


(Paman saya dan temannya lagi siap-siap mancing)

(Ambil pose dulu)

(Uncle semangat sekali)

(Hendak "sujud" di puncak tebing) 


(Pantai)


Waktu sahlat magrib pun tiba, setelah mengambil air wudhu saya shalat di puncak tebing yang berbatas dengan laut lepas. Suara pecahan ombak, matahari yang perlahan tenggelam membuat pikiran saya menerawang entah kemana. Begitu agung ciptaan sang khalik. “Suara” alam menghanyutkan saya dalam zikir untuk yang mahakuasa. Benar kata rekan-rekan saya, Allah akan terasa semakin dekat manakala engkau melihat ciptaannya dengan mata dan hati.Kini matahari tenggelam tak berbekas, langit yang tadinya merah cerah tampak gelap gulita. Mata pancing sudah dilempar berkali-kali namun tak pernah tersangkut di mulut ikan melainkan di bebatuan. Memancing butuh kesabaran yang ekstra.


(Nah.. Ini ikannya)


Kami berpencar agak berjarak, tiba-tiba “strike” sebuah ikan menyambar mata kail. Ikan tampak besar, cukup sulit mengangkat kedaratan karena tersangkut batu karang. Namun dengan penuh penuh perjuangan, ikan perdana untuk lauk santapan ini mendarat di pelukan.
Jam 21.00 wib kami menyusuri hutan belantara, berbekal senter kecil kami bergegas ke pantai yang landai untuk membakar dan menyantap ikan perdana. Sampai di pantai kami menyalakan api. Api yang membara mampu menghangatkan malam nan dingin. 


(Bakar...)

(Ikan Kecil First)

Desiran ombak begitu bergemuruh, bintang tertutup awan, sepertinya mendung akan tiba.

Dan…

Benar saja, kerlip listrik tuhan perlahan membelah langit dari arah timur. Gemuruhnya keras lebih keras dari gemuruh ombak. Keras, semakin keras membelah langit. Badai datang, sekejap api yang besar padam seketika. Bulir air jatuh deras dari langit, kami berteduh dibawah pohon cemara. Saya panik. Kami tidak membawa tenda, alasan pertama karena siang hari tadi tampak cerah dan yang kedua agenda kami kesini untuk mancing bukan camping.

Hujan semakin deras, kabut tebal menyelimuti pepohonan, angin meronta-ronta memukul ranting dan dahan, kilat halilintar menyambar-nyambar bersahutan. Kami benar-benar panik. Sekujur badan basah diterpa hujan. Terlintas untuk pulang, “pulang pakai apa? Jalan kaki?” canda kami untuk menghibur diri.

2 jam sudah kami tak mampu berbuat banyak, badai semakin keras tanpa henti. Kami berjalan menyusuri pinggiran bukit untuk mencari sesuatu sebagai alat untuk berteduh. Dalam keputus asaan kami menemukan sebuah triplek ukuran skitar 1,5 m x 1,5m. Triplek tersebut kami ikat dengan tali pancing ke ranting pohon untuk berteduh.


(Pagi hari)

(Tadi malam disini begitu mencekam)

(Disini kami bernaung, bertahan hidup)


(Video: Hujan yg tak kunjung berhenti selama 12 jam)


Bibir putih, telapak tangan mengerut tak berbentuk, badan yang basah kuyup bergetar melawan dingin malam. Badai mengamuk tanpa ampun. Berjam-jam sudah kami menunggu pagi. Tak tahan rasa lelah, saya berbaring dalam derasnya air lumpur yang turun dari kaki bukit. Saya Cuma bisa bertasbih, berdo’a. Semua seakan seperti mimpi. Hingga Jam 24.00 wib badai tak kunjung reda.


(Menggigil)


(Selamat Pagi)


Beberapa saat kemudian saya mulai berhalusinasi, badan seperti terangkat, dan berdiri tegak. Saya seakan bisa terbang. Saya terbang rendah tanpa neginjakkan kaki di tanah, mengelilingi pulau untuk mencari ikan. Saya lupa rangkaian utuh dari mimpi saya itu, namun ketika terjaga dari halusinasi letih saya seakan sedikit pulih. Jam menunjukkan angka 03.17 wib, hujan belum juga reda. Saya berdo’a “Ya Allah, jikalau saya mati dalam pelukan bulir Kristal dingin ini, saya sudah memaafkan semua dosa dan khilaf teman, saudara dan keluarga saya. Ampuni mereka, terimalah amalan saya.”







(Pagi hari, sekitar jam 9, masih hujan)


*Hujan reda sekitar pukul 09.20 wib, boat nelayan yang mengantar kami tiba ke pulau sekitar pukul 10.00 wib. Kami pulang dalam kebisuan. Tak banyak kata, tak banyak suara.


(Saya menunggu jemputan)

(Pulang)

(Pulang)



(Video: "Sampai Jumpa Pulau!")


INI PULAU NYA

(Pulau ini di Calang - Aceh Jaya)


16 September 2013

Travel: Keramas di Air Terjun “Air Dingin”

Monday, September 16, 2013


Air terjun “Air Dingin” bertempat di lintas Banda Aceh-Aceh Selatan tepatnya di Kec. Sawang. Air terjun ini terletak di sebrang “Pantai Bidari”. Air terjun yang bersumber dari mata air pengunungan ini memiliki ketinggian sekitar 7 meter. Saya tidak tau kenapa disebut Air Terjun “Air Dingin”, setelah menganalisa tanpa referensi saya menebak mungkin air terjun ini airnya tidak panas, maka disebutlah air terjun “Air Dingin” :D.



Matahari kian terik, saya pun bergegas untuk terjun dengan melepas semua benang yang ada pada tubuh saya, oh tidak maksud saya melepas baju. Brrrr.. airnya beneran dingin, sesuai sama namanya.



Air deras yang jatuh dari celah-celah batu tampak begitu mempesona. Saya yakin siapapun yang berkunjung kesini pasti akan betah seakan-akan bagai sosok seorang bidadari yang tersesat dan tak tau arah jalan pulang.



True Story:
Sebelum menuju ke air terjun satu ini, kepala saya terasa gatal-gatal. Setelah keramas di air terjun ini hilanglah segala jenis gatal yang ada di kulit kepala saya. Saya pun terheran-heran, ada dua variable yang mesti diperhatikan terkait kasus gatal-gatal yang hilang seketika itu. Yang pertama “Magic”, yang kedua “Mandi”. Dan ternyata saya temukan jawabanyannya bahwa “Mandi merupakan magic ampuh untuk menghilangkan gatal-gatal di kepala”.




*Air Terjun ini bertempat di Aceh Selatan menempuh perjalanan lebih kurang sekitar 8 jam dari Banda Aceh. 

Travel: Indahnya “Pantai Bidari”

Monday, September 16, 2013


Namanya “Pantai Bidari”, pantai nan elok ini terletak di Kec. Sawang Kab. Aceh Selatan. Pantai yang bersih ini salah satu objek wisata ternama di Pantai Barat Selatan. Benar saja, pasir putih yang membentang luas memikat mata para wisatawan yang hendak liburan ria.



Dibibir pantai berdiri kokoh sebuah restoran yang menghadap barat ke arah laut lepas, restoran apik ini hanya 10 meter dari bibir pantai. Para pengunjung dapat mencicipi makanan lezat sembari menikmati sunset, namun sayangnya saya kesini siang di siang bolong.



Tak hanya makanan, di restoran ini tersedia banyak jenis makanan khas (oleh-oleh) yang bisa dibeli disini tentu dengan harga yang murah meriah. Ada manisan buah pala, kerupuk kikil, keripik pisang, keripik ubi dan lain sebagainya.










Di Pantai Bidari ini belum tersedia penginapan/resort. Namun bagi anda yang hobi Backpaker-an tak ada salahnya bermalam di tenda alakadar kan? (: . Pantainya benar-benar indah.


































*Untuk menuju Aceh Selatan harus menempuh perjalanan lebih kurang sekitar 8 jam dari Banda Aceh. 

Food: Aceh Food & Coffee Festival

Monday, September 16, 2013



Aroma khas Kopi Aceh begitu kental terasa ketika saya mengunjungi tempat diselenggarakannya Festival Kopi dan Makanan khas Aceh. Festival yang diadakan di Taman Sari Banda Aceh ini dibanjiri oleh ribuan pengunjung yang ingin menikmati kopi sekaligus menyicipi kudapan lezat ala Aceh.

                   


Ada banyak stand yang memamerkan/menjual produk-produk Kopi terbaik Aceh. Tak hanya menjual produk (bubuk mentah), di beberapa stand para pengunjung dapat menikmati Kopi jadi secara Cuma-Cuma alias free. Berpadu dengan kue lezat maka lengkap sudah kelezatan hidangan-hidangan yang ada di Festival.




Setelah menyambangi stand satu persatu saya pun mulai mencoba 2 jenis makanan lezat. Ya, Martabak, Pisang Bakar dan Pulut Bakar. Ini merupakan makanan favorit saya. Perut yang keroncongan harus segera diatasi, tak boleh di tunda-tunda.








Nuansa ke-Acehan terlihat melekat kuat dari dekorasi stand-stand yang memamerkan aneka produk kopi lokal ini. Desain tradisional yang apik lagi unik menambah daya pikat para pengunjung hingga betah berlama-lama.



Travel: Snorkling di Iboih

Monday, September 16, 2013

Liburan di Sabang tak ada puasnya. Ini kali kesekian saya ke sabang khusus untuk liburan tanpa agenda bla bla bla lainnya, biasanya saya ke sabang dalam rangka agenda ini itu, sangat tidak mengasyikkan. Kali ini saya benar-benar “berlibur” ke Sabang bersama keluarga besar Ibu saya dari medan yang datang berlibur ke Aceh. (:

Setelah 2 jam menempuh perjalanan laut dari Pelabuhan Banda Aceh (Ulee Lhee) – Pelabuhan Sabang (Balohan) kamipun tiba di sabang. Pantai pertama yang kami datangi yaitu pantai Iboih, disini pantainya cukup bagus. Air nya tenang, bersih, dan jernih. Tempat ini merupakan salah satu spot terbaik untuk Snorkling. Saya pun tak sabaran untuk nyemplung menikmati pemandangan bawah air.





Emeiiijing, ini benar-benar emeijing. Saya berenang kesana-kemari di lebatnya warna-warni terumbu karang, saya menari dan bernyanyi bersama ikan-ikan cantik (ingin rasanya saya tangkap trus tak bakar, opss..). Pantai yang indah. Ayo Snorkling ke Iboih. (:




*Iboih salah satu pantai di Sabang, Sekitar 1 jam dari pelabuhan Balohan. Pantainya bagus, penginapannya juga murah (Rp 100.000 s.d Rp 350.000/malam).

About Us

Recent

recentposts

Random

randomposts